Kita Menyaksikan Kembali Pertarungan Agama & Ilmu Pengetahuan Melawan Virus Corona - Telusur

Kita Menyaksikan Kembali Pertarungan Agama & Ilmu Pengetahuan Melawan Virus Corona


Oleh : Dhedi Rochaedi Razak

Kita kini menyaksikan kembali pertarungan agama dan ilmu pengetahuan di medan pertempuran melawan penyebaran virus corona / covid-19.

Pertarungan itu tergambar ketika pemerintah dan otoritas agama membatasi ibadah demi menahan laju penyebaran corona.

Yang dibatasi sesungguhnya bukan ibadah, melainkan kerumunannya.

Ilmu pengetahuan mengatakan virus korona menyebar atau menular ketika terjadi kontak fisik dan sosial terlampau dekat.

Salah satu upaya menghadang penyebaran virus korona ialah dengan menjaga jarak sosial, social distancing.

Fakta menunjukkan virus korona di Singapura dan Korea Selatan berawal dari kebaktian di gereja.

Di Iran, virus korona berjangkit pertama kali di Qom, kota suci tempat berziarah penganut Syiah.

Tiga warga negara Indonesia asal Sumatra Utara positif terjangkit korona setelah mengikuti tablig akbar di Malaysia.

Oleh karena itu, yang dibatasi ialah ibadah yang berkerumun, seperti salat Jumat atau kebaktian.

Dibatasi bukan dilarang sama sekali, melainkan ditunda atau diganti dengan mekanisme ibadah yang meniadakan kerumunan.

Salat Jumat diganti salat zuhur.

Kebaktian di gereja diganti dengan kebaktian online atau daring.

Toh, Gusti Allah bukan cuma ‘mboten sare,’ tidak tidur, melainkan juga ‘mboten gaptek,’ tidak gaptek.

Kata Pendeta Gomar Goeltom, “Allah kita bukanlah Allah yang gagap teknologi.”

Akan tetapi, masih banyak orang yang mengatasnamakan agama mencoba melawan ilmu pengetahuan. Mereka serupa penganut teologi Jabariah yang fatalistis itu.

Coba simak status seseorang di laman Facebook-nya: ‘Tetaplah berjamaah di masjid!! Jangan mau ditakut-takuti dengan ancaman virus corona. Masjid adalah rumah Allah SWT dan virus corona adalah ciptaan Allah SWT. Di sini logika keimanan kita diuji. 

Kalau kalian bener2 beriman untuk apa takut? Allah SWT yang mengatur semua itu. Dan apabila ajal kita dijemput di masjid… insha Allah akan dimatikan dalam keadaan Husnul Khatimah’.

Wali Kota Prabumulih Ridho Yahya tidak bikin keputusan pegawai kantor wali kota bekerja di rumah serta tidak meliburkan sekolah. Ia beralasan, “Namanya penyakit dari Tuhan. Seperti kita tidak percaya lagi kepada Tuhan. Toh, penyakit itu diberi oleh Tuhan, dicoba oleh Tuhan.”

Masih banyak jemaat Gereja Katedral, Jakarta, yang menghadiri misa atau ibadah Minggu, 15 Maret 2020. Mereka beralasan tetap sehat. Mereka seperti tidak khawatir karena Tuhan menjamin kesehatan dan keselamatan mereka.

Agama sejak lama sesungguhnya telah mengakomodasi dan mengakui kebenaran ilmu pengetahuan. Agama dalam banyak hal sejalan dengan ilmu pengetahuan. 

Agama telah melakukan ‘gencatan senjata’ dengan ilmu pengetahuan. Pemuka agama atau ulama telah berdamai dengan pemuka ilmu atau ilmuwan.

Meski baru pada 1990-an atau lebih dari 350 tahun kemudian gereja mengakui kebenaran teori bumi bulat yang dibikin Galileo dan merehabilitasi namanya. 

Gereja tidak lagi percaya bumi itu datar. ‘Kaum bumi datar’ menjadi julukan bagi kaum beragama yang tidak mengakui kebenaran ilmu pengetahuan.

Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengatakan MUI telah meminta pendapat ahli terkait dengan penyebaran virus korona sebelum menerbitkan fatwa anjuran mengganti salat Jumat dengan salat zuhur di rumah.

Anwar Abbas mengatakan MUI akan mencabut fatwa tersebut bila ada virolog atau ahli virus yang bisa meyakinkan bahwa berkumpul di masjid tidak berpotensi menyebarkan virus corona.

*Penulis adalah Pengurus Pemantau Pemilu.

Artikel ini telah tayang di : https://busurnews.com/kita-menyaksikan-kembali-pertarungan-agama-dan-ilmu-pengetahuan-di-medan-pertempuran-melawan-penyebaran-virus-korona/


Tinggalkan Komentar