Oleh : Moh. Agei Hidayat

Setelah Indonesia dilanda oleh pandemi Covid-19, dalam pidato Presiden Joko Widodo yang ditayangkan oleh televisi berulangkali, dan setelah Joko Widodo berkuasa lebih dari 5 tahun, saya baru pertama kali mendengar beliau mulai menyebut “ahli kesehatan masyarakat.” 

Baru pertama kali pula saya melihat Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI diwawancarai oleh wartawan Metro TV tentang Covid-19, dan baru pertama kali juga saya melihat karya Dekan FKM UI, Universitas Andalas di facebook (Sosial Media) tentang Covid-19 yang melanda Sumatera Barat. 

Menurut saya, pribadi Public Health (Kesehatan Masyarakat) sekarang baru mulai dikenal oleh pejabat tinggi negara. Kenapa demikian? Berikut ini adalah penjelasan singkat saya pribadi, yang dapat diperdebatkan kalau dilakukan seminar ilmiah, forum group diskusi, rapat, musyawarah Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI).

Dan sharing lainnya baik di daerah, wilayah serta nasional dalam rangka bagaimana kesehatan masyarakat bermanfaat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan kesejahteraan rakyat Indonesia. 

Hippocrates, bapak ilmu kedokteran kewalahan melayani banyak penderita di rumah sakit-nya. Karena itulah ia berpikir bahwa penyebab penyakit adalah faktor-faktor yang ada dalam tubuh manusia sendiri dan faktor-faktor di lingkungannya. 

Setelah mengalami beberapa tahap pengembangan, sehubungan dengan masalah lingkungan yang banyak menyebabkan penyakit, pada abad ke 19 muncullah ilmu kesehatan masyarakat. 

Pertama kali, Fakultas Kesehatan Masyarakat muncul di Jeman, kemudian di Inggris, dan pada tahun 1920 muncul definisi public health oleh Winslow di Amerika Serikat. 

Pengikut Hippocrates menyadari bahwa, ilmu kedokteran hanya mendiagnosis penyakit pada individu, jadi hanya dapat mengobati penyakit pada individu. 

Sebagai kelanjutan dari pemikiran Hippocrates, epidemiologi dapat mendiagnosis masalah kesehatan komunitas atau sekelompok individu.

Dan mengidentifikasi faktor-faktor yang  mempengaruhi masalah kesehatan komunitas itu, sehingga dapat merumuskan intervensi preventif dan promotif untuk mengatasi masalah. 

Disiplin Ilmu Epidemiologi & Biostatistik sendiri tidak langsung dapat memecahkan masalah kesehatan komunitas itu, tetapi dapat dipecahkan oleh disiplin-disiplin ilmu Administrasi & Kebijakan Kesehatan, Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Selanjutnya, Gizi Kesehatan Masyarakat, dan Kesehatan Reproduksi, masing-masing sesuai dengan tujuan dan metode-nya. Karena itu diperlukan integrasi disiplin-disiplin Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas.

Masing-masing disiplin ilmu kesehatan masyarakat berasal dari disiplin-disiplin ilmu atau bidang ilmu yang berbeda. Epidemiologi berasal dari bidang ilmu kedokteran, biostatistik berasal dari dari disiplin ilmu matematik dan statistik, administrasi & kebijakan kesehatan (AKK).

Berasal dari disipln ilmu administrasi/manajemen, promosi kesehatan (promkes) berasal dari disiplin ilmu komunikasi & advokasi, kesehatan lingkungan (kesling) berasal dari disiplin-disiplin ilmu biologi, kimia, dan fisika.

Demikian pula kesehatan & keselamatan kerja (K3) berasal dari disiplin-disiplin ilmu biologi, kimia dan fisika; gizi kesehatan masyarakat (kesmas) berasal dari disiplin-disiplin ilmu biologi & kimia.

Dan kesehatan reproduksi berasal dari disiplin-disiplin ilmu biologi & kimia, yang masing-masing diterapkan untuk kepentingan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.  

Masing-masing disiplin ilmu kesehatan masyarakat itu sulit bersaing dengan ilmu asalnya dalam praktik sehari-hari, karena itu tidak dapat menonjol, sehingga relatif kurang dikenal oleh pejabat tinggi negara. 

Misalnya dalam pertemuan Indonesia Lawyer Club dalam rangka membahas masalah Covid-19, banyak para ahli yang diundang dari berbagai disiplin ilmu, tetapi saya tidak melihat ahli kesehatan masyarakat dan ahli epidemiologi diundang untuk menghadiri pembahasan tersebut. 

Saya sering menonton televisi yang membahas topik yang termasuk masalah kesehatan masyarakat, tetapi ahli kesehatan masyarakat belum terlihat ikut dalam pembahasan itu. Disiplin ilmu promosi kesehatan terdiri atas penyuluhan kesehatan.

Kepada Komunitas, Organisasi Profesi (OP), Asosiasi Organisasi  Mahasiswa Kesehatan Indonesia  (AOMKI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis (IOMS), BEM SI Bagian Nasional ISU Kesehatan dan semua lintas sektor. 

Diharapkan lintas sektor ini dapat mempopulerkan peranan ilmu kesehatan masyarakat dalam pemerintahan, tetapi tidak terlihat oleh petinggi negara. 

Kelemahan ini akan dapat diatasi kalau Integrasi Disiplin-Disiplin Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di setiap wilayah puskesmas dan di setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta Provinsi.

Dalam ilmu-ilmu kesehatan sudah ada beberapa profesi yaitu Dokter, Perawat, Ahli Gizi, Apoteker, Ahli Sanitarian, dan baru-baru ini Bidan sudah menjadi profesi pula, bukan lagi sebagai vokasi. Profesi adalah pekerjaan yang berdasarkan pendidikan keahlian (keterampilan, praktik, dan lain-lain). 

Tetapi pada tahun 2008, Majelis Kolegium Kesehatan Masyarakat Indonesia menghadiri pertemuan untuk membentuk kolegium berdasarkan disiplin ilmu kesehatan masyarakat yaitu epidemiologi, biostatistik, administrasi dan kebijakan kesehatan, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, gizi kesehatan masyarakat, dan kesehatan reproduksi. 

Keputusan untuk membentuk kolegium seperti ini dipacu oleh dibentuknya jabatan fungsional di Departemen Kesehatan pada waktu itu, sedangkan Pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan Peminatan (majoring) berdasarkan disiplin ilmu kesehatan masyarakat telah berlangsung mulai tahun 1990-an. 

Dari tahun 2008 sampai tahun 2011 pertemuan-pertemuan dilanjutkan dari kota ke kota di Indonesia, namun tidak berhasil merumuskan konsep Profesi Kesehatan Masyarakat berdasarkan masing-masing peminatan atau disiplin ilmu tersebut. 

Yang terjadi kemudian IAKMI dan BPSDM Kemenkes memutuskan tamatan Pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat untuk melakukan Ujian Kompetensi, dan kalau Lulus diberikan Surat Tanda Registrasi (STR). 

Tetapi PERSAKMI yaitu organisasi yang hanya menghimpun sarjana kesehatan masyarakat tidak setuju dengan Ujian Kompetensi dan Pemberian STR  tersebut, kalau tidak tamat dari Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat. 

Lalu Ombudsman memberikan tindakan korektif kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan sebagai berikut :

1) Menghentikan sementara Ujian Kompetensi kepada Sarjana Kesehatan Masyarakat; 

2) Sarjana Kesehatan Masyarakat tidak perlu mempunyai STR untuk masuk ke dunia kerja; dan 

3) Lakukan kajian ilmiah bahwa diperlukan adanya Profesi Kesehatan Masyarakat dan berikan informasi dalam rangka mempersiapkan adanya undang-undang untuk mendirikan Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat. 

Atas dasar tindakan korektif Ombudsman tersebut diatas, dan surat dari Sekjen Kementerian Kesehatan, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan telah memberitahukan kepada IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indoesia).

Dan APTKMI (Asosiasi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia) supaya menghentikan sementara Ujian Kompetensi kepada Sarjana Kesehatan Masyarakat. 

Atas dasar tindakan korektif Ombudsman, Kepala BPSDM (Badan Pemberdyaan Sumber Daya Manusia) Kementerian Kesehatan telah memberitahukan kepada Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI).

Dan selanjutnya memberitahukan kepada Majelis Tenaga Kesehatan Daerah (MTKD) supaya menghentikan sementara pemberian Surat Tanda Registrasi (STR) kepada Sarjana Kesehatan Masyarakat. 

Lalu Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara  dan Reformasi Birokrasi RI menetapkan bahwa bagi Sarjana Kesehatan Masyarakat yang ingin memangku jabatan fungsional tidak perlu lagi memperoleh STR. 

Dengan demikian sejak akhir 2019 Pemerintah RI telah menghentikan sementara Ujian Kompetensi dan Pemberian STR kepada Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Sekarang sebetulnya tidak perlu ada lagi konflik antara Perhimpunan dan Profesional Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) di satu pihak dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI.

Dan Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) di lain pihak. Lakukanlah kesatuan pandangan, yang dengan pembagian tugas sebagai berikut : 

IAKMI memang sudah membentuk Majelis Kolegium Kesehatan Masyarakat Indonesia dalam rangka mendirikan Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Spesialis menurut Disiplin-disiplin Ilmu Kesehatan Masyarakat, jadi akan didirikan Program-Program Studi Profesi Epidemiologi.

Selanjutnya, Biostatistik, Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, Gizi Kesehatan Masyarakat, dan Kesehatan Reproduksi, yang tamatannya dipersiapkan untuk memangku jabatan fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, bahkan Kementerian Kesehatan. 

Perhimpunan dan Profesional Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) yang para anggotanya terdiri atas Sarjana Kesehatan Masyarakat, yang untuk pendidikannya berasal dari SMA diusulkan supaya mendirikan Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Generalis, yang dipersiapkan untuk menjadi Manajer di Puskesmas. 

Yang perlu diperhatikan untuk mendirikan Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat baik Generalis atau pun Spesialis adalah :

1) Adanya kerja sama akademis antara Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dari Universitas dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) yang mempunyai Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, Kota; dan

2) Pelaksanaan Integrasi Disiplin-Disiplin Ilmu Kesehatan Masyrakat melalui kuliah teori di kelas dan praktik di Laboratorium Lapangan Kesehatan Masyarakat (LLKM); dan 

3) LLKM untuk para mahasiswa yang belajar di Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Generalis adalah wilayah Puskesmas, dan Laboratorium Lapangan Kesehatan Masyarakat (LLKM) untuk yang belajar di Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Spesialis adalah Dinas Kesehatan Provinsi,Kabupaten dan Kota.

Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) bertugas merancang kurikulum untuk Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Generalis dan Spesialis, setelah dilakukan kajian ilmiah kenapa diperlukan pembentukan Program Studi Profesi Kesehatan Masyarakat Generalis dan Spesialis. 

Sehubungan dengan munculnya pandemik Covid-19, maka hilangkanlah konflik antara Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia  (IAKMI) dan Persatuan Profesional Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI).

Dan marilah kita bersatu, berjuang dan melawan bersama menghadapi ancaman Covid-19 yang sedang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Pada saat inilah kesempatan untuk menunjukkan kepada pimpinan tertinggi dan Pemimpin NKRI apa kontribusi para Ahli Kesehatan Masyarakat (SKM) yang sesuai dengan peranannya dalam pelayanan kesehatan preventif dan promotif khususnya dalam rangka pengendalian dan pembasmian Covid-19 di Indonesia.

“Mencegah lebih baik dari pada Mengobati".

“Kalau Kalian yang punya nasib hanya diam bungkam dan tidak berontak (berjuang) ya nasib kalian akan begini terus, posisi SKM akan selalu bisa di ganti dengan profesi lain, dimana dan ngapain saja lulusan ribuan SKM selama ini”. (PROF. Does Sampoerno, M.PH) Perintis dan Penggagas konsep Paradigma Sehat.

“Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) harus mampu menggerakan partisipasi masyarakat, menggalang kerja sama lintas sektoral, menerapkan sistem pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien menjadi pelopor, pembina dan teladan hidup sehat". (Prof. Does Sampoerno) Guru Besar FKM UI, dan Tokoh Pelopor Kesehatan Masyarakat Indonesia.

“Menjadi Ahli Kesehatan Masyarakat Itu harus bisa menguasai karakter kompetensinya untuk menyelesaikan masalah kesehatan bangsa”.

(Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, S.KM., M.Kes.,M.Sc.PH) Guru Besar FKM UNHAS, dan Ketua umum PERSAKMI Pusat.

“Sarjana Kesehatan Masyarakat harus bisa menjadi Pemimpin dan Tauladan Bagi Tenaga Kesehatan Lainnya".

*Penulis adalah Pendiri Medisku, Alumnus Ilmu Kesehatan Masyarakat Stikes Insan Unggul Surabaya 2014-2018, Perhimpunan dan Profesional Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia, Kader Muda NU, Presiden BEM STIKES Insan Unggul Surabaya 2016-2017, dan Pengurus Nasional BEM SI Isu Kesehatan 2017.