Oleh : Siska Rahmawati
Seluruh negara yang ada di dunia saat ini sedang mengalami krisis ekonomi berat karena munculnya wabah Covid-19. Adapun beberapa cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir penyebaran wabah tersebut.
Penerapan pemenjarakan sosil atau physical distancing sampai pada pengehentian seluruh kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau lockdowon yang diterapkan dibanyak negara di dunia telah mengancurkan perekonomian banyak negara.
Di indonesia sendiri telah melukan kebijakan dengan menyelenggarakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dari kebijakan tersebut dilaporkan telah membuat jumlah penduduk miskin semakin meningkat.
Jumlah tingkat pengagguran pun semakin meningkat, karena banyaknya perusahan atau usaha-usaha menengah terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja. Pekerja harian yang kehilahan mata pencahariannya, penjual yang kehilangan pelanggannya, banyak sektor-sektor usaha kecil menengah UKM kehilangan konsumen.
Bisa dikatakan bahwa, krisis ekonomi akibat wabah Covid-19 ini lebih parah daripada krisis ekonomi di tahun 1998. Pandemi Covid-19 ini masih menjadi ancaman yang serius bagi seluruh penduduk di dunia terutama di Indonesia.
Dengan dampak yang begitu besar yang dirasakan masyarakat, membuat merasa terhimpit beban hidup karena segala sesuatu yang sangat dibatasi.
Sebagai usaha untuk menangani ekonomi yang merosot ini, pemerintah Indonesia telah menyiapkan dana ratusan triliun untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid, terutama untuk masyarakat yang menengah kebawah.
Bantuan ituu antara lain bantuan sosial non tunai, bantuan Program Keluarga Hrapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana desa.
Pemerintah antara lain memberikan paket bantuan sembako, bantuan sosial tunai, dan bantuan langsung tunai dari dana desa bagi warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Namun, Presiden juga menyatakan hingga saat ini bantuan belum semuanya tersalurkan kepada masyarakat, dan Presiden meminta warga untuk menunggu aparat pemerintah menyampaikan bantuan kepada mereka.
Namun disini juga pendataan yang dilakukan masih kurang optimal. Dana desa dialihfungsikan sebagai jaring pengaman sosial akibat Covid-19. Hingga saat ini sekitar 85% desa telah menyalurkan BKT dana desa tersebut.
Penyaluran bantuan yang akan disalurkan kepada masyakarat yaitu mulai awal januari sehingga program dapat dirasakan secepat mungkin dan punya dampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan yang masih 9,4%.
Menteri Sosial yang menyatakan untuk menyalurkan program keluarga harapan (PKH) dengan alokasi sekitar Rp7 triliun dan BPNT sekitar Rp2 triliun.Pemerintah akan memperpanjang program non reguler untuk bantuan Covid-19.
Bantuan akan diperpanjang hingga Desember 2020 kecuali untuk BLT dana desa hanya sampai September 2020 dengan menurunkan nilai manfaat dari 600.000 per bulan menjadi 300.000 per bulan.
Penyaluran anggaran perlindungan dan bantuan sosial hingga telah mencapai Rp 56,66 triliun dari total anggaran sebesar Rp 178,9 triliun.
Realisasi penyaluran anggaran perlindungan dan bantuan sosial sosial dalam rangka mengurangi beban masyarakat akibat krisis pandemi virus corona Covid-19 ini masih baru mencapai 31,67% dari target hingga akhir 2020.
Bagi pemerintah saat ini anggaran perlindungan sosial dan bantuan sosial ini sangat diperlukan untuk menguragi beban masyarakat di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.
Melalui prgram pemulihan ekonomi nasional pemerinah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial dan bantuan sosial sebesar Rp 203,9 triliun dengan potensi perluasan ke depan. Pada program ini pemerintah menargetkan jumlah keluarga penerima manfaat sebanyak 10 juta keluarga.
Adapun realisasi dari anggaran itu sebanyak 10 juta keluarga sudah menerima bantuan. BKF mencatat ralisasi masih minim yakni Rp 700 miliar dari total anggaran sebesasr Rp 6,8 triliun.
Bantuan Dana Non Tunai dialokasikan pada tiga bulan pertama yakni April-Juni masing masing Rp 600.000 sebanyak tiga kali, mulai Juli-Desember nilainya dikurangi menjadi Rp 300.000 per paket sebanyak enam kali.
Program bansos Kementerian Sosial dan pemprov saja mencapai Rp 1,7 triliun. Belum termasuk bansos pemerintah kabupaten/kota dan bantuan langsung tunai (BLT) dana desa.
Namun nilai bantuan pangan nontunai (BPNT) tahun 2020, naik menjadi Rp150.000 per bulan per kepala keluarga dari sebelumnya Rp110.000.
Seiring dengan kenaikan nilai BPNT tersebut, pemerintah juga menetapkan pembelian kebutuhan pokok dengan menggunakan dana bantuan itu tidak lagi hanya beras dan telur akan tetapi harus ditambah dengan protein hewani dan nabati.
Di samping ada kebijakan kenaikan nilai bantuan BPNT, pemerintah juga berencana akan memberikan tambahan subsidi listrik direncanakan pertengahan tahun, dan subdisi elpiji tiga kilogram pada akhir tahun.
Dengan anggaran yang begitu besar itu juga mempunyai peluang yang besar bagi oknum tertentu yang mengguankan kesempatan pada anggaran yang direalisasikan.
Karena pada situasi seperti ini pasti ada oknum tertentu yang menggunakan berbagai cara agar mendapatkan keuntungan tersendiri. Terdapat beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum penyalur BPNT seperti penetapan harga beras yang terlalu tinggi.
Selain itu, masyarakat penerima bantuan juga memperoleh beras yang harganya tidak sesuai dengan kualitas atau mendapatkan jenis yang berbeda.
Modus lainnya yang digunakan yaitu menukar beras Bulog dengan beras lain yang kualitasnya lebih rendah dalam kantung berlogo Bulog, dan diduga ada oknum yang sengaja melakukan penjualan kantung beras merek Bulog untuk mengelabui masyarakat penerima bantuan.
Saat ini Bulog memiliki stok 2,5 juta ton setara beras dengan penyaluran harian berkisar 4.000 ton per hari khusus untuk Operasi Pasar (OP) atau di luar BPNT.
Jika Bulog ditugaskan untuk memasok stok cadangan beras pemerintah (CBP) untuk Program BPNT, artinya perusahaan akan mengeluarkan stok sekitar 700.000 ton untuk periode September-Desember 2020.
Dari semua total penyaluran BPNT untuk masyarakat miskin oleh pemerintah sebesar sampai Rp20 triliun, terjadi penyimpangan dana sebesar Rp5 triliun.
Khusus untuk distributor atau penyalur paket beras dan telur program BPNT, setiap bulannya bisa mendapat Rp9 miliar dari hasil praktik mafia tersebut.
Kepada pemerintah sendiri harus mengawasi dan mengontrol secara teliti dengan pendataan yang jelas agar tidak terjadi penyelewengan dana yang dilakukan oleh oknum tertentu seperti yang terjadi saat itu.
*Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
 
														
						


